Ahli jantung dan pembuluh darah, Prof Teguh Santoso memasukkan kateter balon salut obat SeQuent Please ke dalam pembuluh darah pasiennya saat melakukan operasi di RS Medistra, Jakarta.
Setelah era penggunaan stent (semacam kerangka metal) untuk membuat pembuluh darah yang tersumbat terbuka dan stent berlapis obat untuk mencegah penyumbatan kembali, kini muncul terapi arteri koroner termutakhir, yakni balon salut obat (drug eluting balloon/DEB).
Drug eluting balloon ini digunakan dengan cara yang sama seperti kateter koroner untuk pelebaran pembuluh darah yang menyempit. Perbedaannya adalah DEB ini mengeluarkan sejenis obat antiproliferatif yang disebut paclitaxel yang akan diserap oleh dinding sekitar pembuluh darah. Obat ini juga digunakan untuk stent salut obat (drug eluting stents/DES).
Kemajuan terapi koroner ini disampaikan oleh Prof Dr dr Teguh Santoso, SpPD, SpJP, pakar kardiologi intervensi dan penyakit dalam dari FKUI-RSCM dan Martin Unverdorben, MD, PhD, ahli kardiologi dan pengembang serta peneliti terapi balon salut obat dari Jerman dalam acara media edukasi Sequent Please, Temuan Baru Salut Obat, di RS.Medistra, Jakarta, Kamis (19/11).
Pemasangan DES, atau awam menyebutnya cincin, saat ini merupakan prosedur yang lazim dan terbukti efektif untuk pasien dengan penyakit jantung koroner untuk memperlebar jalur arteri sehingga aliran darah kembali lancar tanpa operasi. Namun, terapi ini memiliki risiko terjadinya penyempitan kembali. "Celah-celah di antara stent bisa menimbulkan kerak baru atau neointimal," kata Teguh.
Dengan terapi balon salut obat, risiko penyempitan arteri bisa ditekan berkat obat yang mampu meresap ke dinding pembuluh darah. "Pelepasan obat tidak membutuhkan stent, selain itu materialnya mudah diserap tubuh," kata Martin.
Pada penelitian terhadap 52 pasien yang diujikan baik dengan menggunakan DEB maupun balon konvensional yang tak bersalut obat, diketahui dalam enam bulan hanya 5 persen pasien DEB yang memerlukan intervensi ulang karena terjadinya penyempitan.
Keunggulan lain dari balon salut obat ini adalah mampu mencapai daerah-daerah yang menyempit dan tidak bisa diakses oleh stent. "Terapi terbaru ini bisa untuk kasus penyempitan arteri kembali paska pemasangan stent atau pembuluh darahnya terlalu kecil. Dan kasus ini populasinya banyak di Asia," papar Teguh.
Selain itu, lama penggunaan obat pengencer darah pada pasien DEB juga lebih sebentar, hanya 3 bulan, bandingkan dengan pasien DES yang harus mengonsumsi obat pengencer darah selama 12 bulan. Biaya tindakan dan pengobatan pun jauh lebih rendah dibanding terapi konvensional.
Kendati demikian, Teguh mengingatkan bahwa DEB bukanlah satu-satunya terapi untuk penyakit jantung koroner. "Bila pembuluh darah menyempit kembali meski sudah dibalon maka terpaksa harus dipasang stent, namun stent-nya dipasang tanpa obat karena dinding pembuluh darahnya sudah diobati," jelasnya.
Penyakit jantung koroner ditandai dengan penyumbatan (penyempitan) pembuluh darah jantung oleh endapan lemak maupun penebalan dinding pembuluh yang terdiri atas sel otot polos dan produksi matriks ekstrasel yang berlebihan. Ini menyebabkan hambatan aliran darah. Penderita umumnya merasakan napas sesak dan sedikit perasaan tertekan di dada. Menurut Teguh, sebagian besar penderita penyakit jantung koroner yang berusia kurang dari 40 tahun adalah perokok.
sumber : http://kesehatan.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar