Orang yang beresiko stroke karena terjadi penyempitan pembuluh darah di leher, kini bisa diterapi dengan pemasangan stent untuk melebarkan pembuluh darahnya. Hasil studi dalam skala besar menunjukkan prosedur tersebut cukup aman dan memberi hasil yang signifikan.
Selama ini stent lebih banyak dipakai untuk membuka arteri di bagian jantung, meskipun diizinkan untuk dipakai di leher, terutama untuk pasien yang tidak mungkin di operasi. Dalam studi terbaru ini disebutkan penggunaan stent di leher bisa digunakan untuk seluruh pasien.
"Saat ini kita punya dua cara yang aman dan efektif untuk mengatasi penyempitan arteri di leher," kata Dr.Thomas Brott, dari Mayo Clinic yang melakukan penelitian tersebut. Hasil studi ini sudah dipresentasikan dalam konfrensi American Stroke Association.
Kendati demikian, penggunaan stent memiliki komplikasi yang berbeda dan tidak semua dokter berpendapat stent aman. Tiga penelitian sebelumnya menyebutkan stent kurang aman karena meski dalam jangka panjang mencegah stroke, namun pemasangan stent itu sendiri bisa memicu stroke bila ada bagian plak yang beredar ke otak.
Menurut studi terbaru, komplikasi stroke memang sering timbul pasca pemasangan stent, namun bila dilakukan operasi, risikonya adalah serangan jantung. Para dokter berpendapat, pilihan jenis prosedur akan dikembalikan pada pasien. Risiko apa yang siap dihadapi dan seberapa besar mereka tak ingin dioperasi.
Survei menunjukkan, pasien lebih khawatir pada stroke daripada serangan jantung. "Mereka takut stroke karena bisa menyebabkan kecacatan dan membuat mereka harus dirawat di rumah," kata Dr.Lee Schwamm, ahli neurologi dari Massachusetts General Hospital.
Setiap tahunnya, 795.000 orang Amerika terserang stroke. Mayoritas disebabkan karena sumbatan arteri di leher dan beredar ke otak. Sumbatan di leher bis diketahui menggunakan stetoskop untuk mendengarkan suara tidak normal di bagian arteri leher dan tes ultrasound.
Operasi merupakan jenis terapi yang paling populer. Prosedurnya pasien dibius total kemudian arteri di buka untuk menghilangkan plak. Penggunaan stent sebagai alternatif untuk pasien dengan kondisi tertentu baru disetujui tahun 2004.
Untuk memasang stent, dokter akan membuat sayatan kecil di paha untuk memasukkan kateter yang berujung balon ke arteri. Jika ketemu pembuluh darah yang tersumbat, balon dikembangkan dan digunakan untuk menyingkirkan plak, sehingga pembuluh darah lancar kembali.
Studi yang dilakukan Dr.Thomas Brott melibatkan 2.502 pasien di AS dan Kanada, separuhnya mengalami gejala ministroke dan sisanya tidak, namun menderita penyempitan arteri di leher. Para pasien diberi pilihan untuk memilih operasi atau pemasangan stent.
Sebulan kemudian, empat persen dari kelompok stent terkena stroke dan hanya dua persen dari kelompok operasi. Pasien yang mendapat serangan jantung sekitar dua persen dari kelompok operasi dan satu persen dari kelompok stent.
Menurut Brott, usia ikut memengaruhi jenis terapi. "Jika usia Anda kurang dari 70 tahun, lebih baik memasang stent. Untuk pasien yang lebih tua, dianjurkan untuk operasi," katanya.
sumber : http://kesehatan.kompas.com/
Selama ini stent lebih banyak dipakai untuk membuka arteri di bagian jantung, meskipun diizinkan untuk dipakai di leher, terutama untuk pasien yang tidak mungkin di operasi. Dalam studi terbaru ini disebutkan penggunaan stent di leher bisa digunakan untuk seluruh pasien.
"Saat ini kita punya dua cara yang aman dan efektif untuk mengatasi penyempitan arteri di leher," kata Dr.Thomas Brott, dari Mayo Clinic yang melakukan penelitian tersebut. Hasil studi ini sudah dipresentasikan dalam konfrensi American Stroke Association.
Kendati demikian, penggunaan stent memiliki komplikasi yang berbeda dan tidak semua dokter berpendapat stent aman. Tiga penelitian sebelumnya menyebutkan stent kurang aman karena meski dalam jangka panjang mencegah stroke, namun pemasangan stent itu sendiri bisa memicu stroke bila ada bagian plak yang beredar ke otak.
Menurut studi terbaru, komplikasi stroke memang sering timbul pasca pemasangan stent, namun bila dilakukan operasi, risikonya adalah serangan jantung. Para dokter berpendapat, pilihan jenis prosedur akan dikembalikan pada pasien. Risiko apa yang siap dihadapi dan seberapa besar mereka tak ingin dioperasi.
Survei menunjukkan, pasien lebih khawatir pada stroke daripada serangan jantung. "Mereka takut stroke karena bisa menyebabkan kecacatan dan membuat mereka harus dirawat di rumah," kata Dr.Lee Schwamm, ahli neurologi dari Massachusetts General Hospital.
Setiap tahunnya, 795.000 orang Amerika terserang stroke. Mayoritas disebabkan karena sumbatan arteri di leher dan beredar ke otak. Sumbatan di leher bis diketahui menggunakan stetoskop untuk mendengarkan suara tidak normal di bagian arteri leher dan tes ultrasound.
Operasi merupakan jenis terapi yang paling populer. Prosedurnya pasien dibius total kemudian arteri di buka untuk menghilangkan plak. Penggunaan stent sebagai alternatif untuk pasien dengan kondisi tertentu baru disetujui tahun 2004.
Untuk memasang stent, dokter akan membuat sayatan kecil di paha untuk memasukkan kateter yang berujung balon ke arteri. Jika ketemu pembuluh darah yang tersumbat, balon dikembangkan dan digunakan untuk menyingkirkan plak, sehingga pembuluh darah lancar kembali.
Studi yang dilakukan Dr.Thomas Brott melibatkan 2.502 pasien di AS dan Kanada, separuhnya mengalami gejala ministroke dan sisanya tidak, namun menderita penyempitan arteri di leher. Para pasien diberi pilihan untuk memilih operasi atau pemasangan stent.
Sebulan kemudian, empat persen dari kelompok stent terkena stroke dan hanya dua persen dari kelompok operasi. Pasien yang mendapat serangan jantung sekitar dua persen dari kelompok operasi dan satu persen dari kelompok stent.
Menurut Brott, usia ikut memengaruhi jenis terapi. "Jika usia Anda kurang dari 70 tahun, lebih baik memasang stent. Untuk pasien yang lebih tua, dianjurkan untuk operasi," katanya.
sumber : http://kesehatan.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar