Syukuri Apa yang Ada..Hidup adalah Anugrah

Selasa, 23 Februari 2010

Inokulan Bakteri Asam Laktat Sebagai Aditif dalam Fermentasi Silase Hijauan Makanan Ternak

oleh : Jasmal A Syamsu

Secara umum kondisi peternakan khususnya ternak ruminasia mempunyai permasalahan dalam penyediaan hijauan makanan ternak secara kontinyu dan berkualitas sepanjang tahun. Hal ini disebabkan oleh belum tersedianya lahan yang khusus untuk penanaman hijauan khususnya rumput untuk memenuhi kebutuhan ternak, sehingga kapasitas tampung yaitu perbandingan ketersediaan rumput dengan kebutuhannya belum terpenuhi.


Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka memenuhi ketersediaan hijauan secara kontinyu dapat dilakukan pengawetan hijauan makanan ternak dengan silase. Silase adalah produk hijauan yang diawetkan melalui proses fermentasi. Asam laktat dari hijauan mengubah kondisi menjadi asam sehingga dapat disimpan lama karena terhindar dari pembusukan oleh mikroorganisme pembusuk.

Dalam pengawetan silase, peranan bakteri asam laktat sangat penting untuk menghasilkan asam laktat yang pada gilirannya akan mengawetkan silase tersebut, yang berhubungan dengan seberapa besar jumlah populasi bakteri asam laktat dalam hijauan yang dibuat silase. Beberapa tahun terakhir telah berkembang penggunaan inokulan bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai aditif dalam pembuatan silase. Penambahan inokulan bakteri asam laktat dimaksudkan untuk mencukupi populasi bakteri yang biasanya sudah ada pada rumput atau hijauan yang dibuat silase. Inokulan bakteri asam laktat yang ditambahkan pada hijauan di maksudkan untuk menjamin pertumbuhan bakteri asam laktat 105 -+106 CPU (Colony forming Unit) per gram hijauan.

Secara garis besar proses pembuatan silase berlangsung dalam empat fase, yaitu fase aerob, fase fermentasi, fase stabil, dan fase panen atau pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Fase aerob terjadi sejak hijauan dimasukkan ke dalam silo, berlangsung dua proses yaitu proses respirasi dan proses proteolisis yang disebabkan oleh aktifitas enzim yang ada pada tanaman tersebut. Proses respirasi merupakan penguraian gula-gula tanaman menjadi karbondioksida dan air dengan menggunakan oksigen dan menghasilkan panas. Sejak proses pelayuan tanaman sebelum dimasukkan ke silo, proses respirasi telah berlangsung dengan sendirinya. Secara stimulan terjadi pula degradasi protein hijauan oleh enzim protease menjadi asam-asam amino, amonia, peptida, dan amida. Fase ini berlangsung beberapa hari setelah silo ditutup.

Setelah proses aerob berakhir dan kondisi anaerob tercapai maka bakteri anaerob mulai tumbuh, dan fase ini adalah fase fermentasi. Beberapa mikroorganisme mulai tumbuh seperti Clostridium sp, Entrobacteriaceae, kapang dan kamir berkompotisi dalam menggunakan karbohidrat terlarut. Dalam keadaan ini bakteri asam laktat harus bisa tumbuh dan menghasilkan asam laktat sehingga dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lain. Diantara bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif yang ada akan berkompetensi sehingga menentukan produk akhir fermentasi. Fase ini berlangsung antara 7 – 30 hari.

Selanjutnya adalah fase stabil, dimana telah tercapai setelah bakteri asam laktat tumbuh. Pada fase ini mulai terjadi penurunan pH dan aktivitas biologi yang terjadi pada fase ini sangat kecil. Akhirnya adalah fase panen atau pengeluaran untuk ternak, dimana saat pembukaan silo, oksigen akan masuk kedalam silo dan mikroorganisme aerob akan tumbuh dan berkembang pesat. Mikroorganisme tersebut akan merusak kualitas silase sehingga kehilangan gizi dan timbulnya racun atau toksin yang membahayakan ternak yang mengkonsumsi silase tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan cara memberikan silase secepatnya pada ternak dan tidak membiarkan silo terbuka lama.
Dalam proses ensilase melibatkan dua macam proses yaitu proses biokimia dan mikrobiologis. Proses biokimia meliputi aktivitas respirasi, proteolisis dan enzim-enzim pemecah polisakarida dari tanaman, dan proses mikrobiologis meliputi aktivitas bakteri asam laktat, khamir, clostridia dan kapang. Ada tiga kelompok dasar komponen kimia dari hijauan hasil panen yang mengalami perubahan sehubungan dengan fermentasi silase. Ketiganya adalah karbohidrat terlarut, asam-asam organik dan kandungan nitrogen. Fruktosa, glukosa dan sukrosa adalah merupakan gula-gula yang terdapat dalam hijauan hasil panen dan sukrosa serta fruktosa keduanya cepat mengalami hidrolisa selama proses ensilase. Karena bakteri yang menghasilkan asam laktat membutuhkan karbohidrat yang mudah terfermentasikan maka sumber gula dan fruktan tanaman amat penting. Kadar protein tinggi dari rumput atau legum sulit dijadikan silase karena sifat buffer (penyangga) dari protein.

Rumput tropik menyimpan energinya dalam bentuk non soluble (tak larut) dari pati. Sehingga suatu konsekuensi langsung bahwa rumput alam tropik mengandung konsentrasi karbohidrat terlarut yang rendah. Komposisi hijauan sangat menentukan keberhasilan pembuatan silase apabila tidak ada penambahan additives lain. Keberhasilan silase ditentukan oleh perbandingan (ratio) antara WSC (water soluble carbohydrate) terhadap kapasitas buffer dengan persentase bahan kering. Hubungan kapasitas buffer dengan persentase bahan kering, jumlah WSC yang paling minimal adalah 3% berat basah agar proses silase bisa dikerjakan. Kandungan WSC dipengaruhi oleh spesies, dan varitas dari hijauan yang akan dibuat silase.

Beberapa variabel antara lain kadar bahan kering, ketersediaan karbohidrat terlarut dan kapasitas bufer dari hijauan sangat berpengaruh terhadap laju produksi asam laktat di dalam silo. Kadar bahan kering dan kandungan karbohidrat terlarut sangat ditentukan oleh umur tanaman pada saat dipanen, dimana kadar bahan kering cenderung rendah dan karbohidrat terlarut cenderung tinggi pada saat tanaman berumur muda. Kadar bahan kering rendah atau kadar air yang tinggi merupakan media reaksi kimiawi yang baik, tetapi mendukung pencucian nutrien hijauan dalam air tirisan, sedangkan dengan karbohidrat terlarut yang tinggi memberi substrat yang lebih baik untuk berlangsungnya fermentasi di dalam silo.

Dalam pembuatan silase, maksud daripada penambahan zat-zat tertentu (aditif) adalah untuk meminimalkan kegagalan dalam proses ensilase dan juga akan memperbaiki nilai nutrisi dari silase yang dihasilkan. Beberapa kriteria dari aditif tersebut adalah dapat mengurangi kehilangan bahan kering, memperbaiki kualitas silase, meningkatkan nilai nutrisi silase dan menekan fermentasi sekunder yang dapat mengganggu proses ensilase.

Beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengelompokan penggunaan aditif dalam pembuatan silase. Tambahan yang berfungsi sebagai inhibitor adalah yang dapat menekan terjadinya fermentasi sekunder, stimulan yang berperan dalam merangsang fermentasi asam laktat, serta sumber nutrisi untuk memperbaiki proses ensilase. Berbagai aditif silase yang meliputi kelompok inhibitor yang seperti berbagai asam dan bahan kimia lainnya, kelompok stimulan yang terdiri dari inokulan bakteri, berbagai enzim dan sumber substrat, dan yang tergolong dalam sumber-sumber nutrisi seperti mineral.

Khusus untuk penggunaan bakteri sebagai inokulan, harus memenuhi kriteria seperti : a) laju pertumbuhannya cepat dan dapat berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain, b) homofermentatif yang dapat memproduksi asam laktat, c) tahan atau toleran terhadap asam dan dapat mencapai pH akhir 4.0 dengan cepat, d) dapat menfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, fruktosan dan pentosan, e) tidak memproduksi dekstran dari sukrosa atau mannitol dari fruktosa, f) tidak bereaksi dengan asam-asam organik, g) memiliki kisaran suhu tumbuh yang baik di atas 50oC, dan h) dapat tumbuh dalam bahan baku yang berkadar air rendah.

Hingga saat ini inokulan bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan silase adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat menggambarkan kelompok bakteri yang mempunyai kemampuan menghasilkan asam laktat. Meskipun bakteri asam laktat ini hidup bersama/berdampingan dengan tanaman, namun perannya terhadap tanaman belum diketahui. Hal ini diduga bakteri asam laktat berperan dalam melindungi tanaman dari mikroorganisme patogenik dengan memproduksi komponen yang bersifat antagonistik seperti asam, bakteriosin dan agen anti fungal. Bakteri asam laktat berdasarkan metabolit fermentasinya diklasifikasikan menjadi homofermentatif dan heterofermentatif.

Konsep penambahan inokulan bakteri asam laktat untuk meningkatkan fermentasi dalam pembuatan silase bukan merupakan hal yang baru, namun belum berkembang dan diaplikasikan di kalangan peternak. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai penggunaan inokulan bakateri asam laktat, bahkan saat ini telah berkembang produk inokulan bakteri asam laktat dalam bentuk atau produk yang komersial.


Disampaikan dalam Seminar Nasional Inovasi Teknologi Tepat Guna
Berorientasi Agribisnis untuk Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Pertanian Wilayah. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Deptan, Kendari

sumber http://jasmal.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar